loading…
Komite Olimpiade Internasional (IOC) akhirnya menanggapi perihal skandal tes gender pada cabang olahraga (cabor) tinju di Olimpiade Paris 2024 / Foto: The Guardian
Khelif berhasil menang melawan Carini hanya dalam waktu 46 detik di North Paris Arena. Kemenangan ini jelas memicu perdebatan, tapi IOC tetap pada keputusannya untuk mengizinkan dua petinju yang gagal dalam tes kelayakan gender untuk bertanding di Olimpiade Paris 2024.
Sekadar informasi, Imane Khelif dan Lin Yu-ting telah diizinkan untuk bertanding di Olimpiade Paris 2024 meskipun gagal dalam tes kelayakan gender yang dilakukan oleh Asosiasi Tinju Internasional (IBA), tahun lalu.
Imane Khelif dari Aljazair didiskualifikasi beberapa jam sebelum pertandingan perebutan medali emasnya di Kejuaraan Dunia Wanita di New Delhi tahun lalu setelah ia gagal memenuhi kriteria kelayakan Asosiasi Tinju Internasional (IBA), yang melarang atlet dengan kromosom XY pria bertanding di nomor wanita.
Sermentara Lin Yu-ting kehilangan medali perunggunya di kompetisi yang sama, setelah ia juga gagal memenuhi kriteria. Sekarang kemenangan Khelif atas Carini kembali memicu perdebatan panas.
“Menjelang akhir Kejuaraan Dunia IBA pada tahun 2023, mereka tiba-tiba didiskualifikasi tanpa proses hukum apa pun. Menurut notulen IBA yang tersedia di situs web mereka, keputusan ini awalnya diambil semata-mata oleh Sekretaris Jenderal dan CEO IBA,” demikian pernyataan resmi IOC dikutip dari Independent, Jumat (2/8/2024).
Beberapa cabang olahraga telah membatasi kadar testosteron yang diizinkan bagi atlet yang berkompetisi dalam kompetisi wanita, sementara yang lain melarang semua orang yang telah melalui masa pubertas pria. Diferensiasi Gangguan Seksual adalah sekelompok kondisi langka yang melibatkan gen, hormon, dan organ reproduksi.
Beberapa orang dengan DSD dibesarkan sebagai wanita tetapi memiliki kromosom seks XY dan kadar testosteron darah dalam kisaran pria. IOC mengatakan aturan kelayakan didasarkan pada Olimpiade Tokyo tahun 2021 dan tidak dapat diubah selama kompetisi.
“Agresi saat ini terhadap kedua atlet ini sepenuhnya didasarkan pada keputusan sewenang-wenang ini, yang diambil tanpa prosedur yang tepat, terutama mengingat bahwa para atlet ini telah berkompetisi dalam kompetisi tingkat atas selama bertahun-tahun. IOC bersedih atas pelecehan yang saat ini diterima kedua atlet tersebut. Setiap orang berhak untuk berlatih olahraga tanpa diskriminasi.”
(yov)