Kalau titik awal mulai dari nol, materinya tentu berbeda dari sekadar soal usia, masa jabatan, hingga pemberhentian di tengah masa jabatan hakim MK.
Jakarta (Redaksi Nusa) – Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah Castro menilai penting atau tidaknya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) bergantung pada hasil analisis kebutuhan lembaga tersebut.
“Business process MK itu kan bersifat spesifik, jadi penting atau tidak RUU MK bergantung pada analisis kebutuhan MK secara kelembagaan, bukan disadari subjektivitas DPR dan Pemerintah,” kata Castro, sapaan akrab Herdiansyah Hamzah Castro, ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Apabila inisiatif perubahan UU MK tidak berasal dari dua lembaga tersebut, menurut dia, substansi yang direvisi akan dapat menampung kebutuhan lembaga peradilan tersebut.
“Kalau titik awal mulai dari nol, materinya tentu berbeda dari sekadar soal usia, masa jabatan, hingga pemberhentian di tengah masa jabatan hakim MK sebab masih banyak yang perlu dibenahi di MK,” ujarnya.
Castro memandang perlu pembenahan sistem-sistem, mulai dari sistem seleksi yang harus memisahkan MK dari gen politikus, konflik kepentingan berdasarkan prinsip nemo judex in casua sua, hukum acara MK, hingga soal legal policy, termasuk pengaturan mengenai tindak lanjut putusan MK (judicial order).
“Hukum acara MK menjadi salah satu bagian yang urgen untuk dimasukkan dalam RUU, termasuk soal bagaimana mengadopsi amicus curiae di dalamnya,” kata dia.
Hal senada juga disampaikan oleh hakim MK periode 2003—2020 I Dewa Gede Palguna dalam acara Sembunyi-sembunyi Revisi UU MK Lagi yang digelar oleh STH Indonesia Jentera bersama CALS Indonesia dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) pada hari Kamis (16/5).
Menurut dia, terdapat substansi lain yang perlu diatur dalam RUU MK dibandingkan kembali ubah batas usia dan masa jabatan hakim, salah satunya adalah ketentuan hukum acara.
“Hukum acara untuk apa? Salah satunya adalah tentang pemilihan calon presiden. Itu sampai saat ini masih diatur dalam peraturan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Sebelumnya, pada hari Senin (13/5), Komisi III DPR RI bersama Pemerintah pada masa reses menyetujui RUU tentang Perubahan Keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK untuk dibawa ke Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI.
Terdapat beberapa poin yang menjadi pembahasan, di antaranya mengenai persyaratan batas usia minimal hakim konstitusi dan penghapusan ketentuan peralihan masa jabatan ketua dan wakil ketua MK.
Baca juga: Eks Hakim MK nilai RUU MK perlu masukkan substansi yang lebih penting
Baca juga: MK tolak beri komentar soal RUU MK
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © Redaksi Nusa 2024