Hukum  

Menanti peraturan pelaksana UU TPKS disahkan



Jakarta (ANTARA) – Dua hari lagi kita akan menginjak tanggal 9 Mei 2024, yang artinya tepat dua tahun Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah disahkan.

Kabar baiknya, dua dari tujuh peraturan pelaksana UU TPKS telah ditandatangani Presiden RI dan diundangkan dalam lembaran negara.

Pertama, adalah Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disahkan pada 23 Januari 2024.

Kedua, yang terbaru, yakni Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2024 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), yang disahkan pada 22 April 2024, satu hari setelah momentum peringatan Hari Kartini.

Sementara lima peraturan pelaksana yang belum disahkan adalah RPP tentang Pencegahan TPKS serta Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Korban TPKS dan RPP tentang Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Korban TPKS.

Selain itu juga Rancangan Perpres tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu dalam Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan di Pusat dan Rancangan Perpres Kebijakan Nasional Pemberantasan TPKS.

Keempat peraturan ini masih berada di meja Kementerian Sekretariat Negara menunggu untuk disahkan.

Sementara Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dana Bantuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual, statusnya sudah pleno harmonisasi di Kemenkumham.

Berdasarkan Pasal 91 Ayat 2 UU TPKS, peraturan pelaksana dari UU TPKS harus telah ditetapkan paling lambat dua tahun terhitung sejak Undang-undang ini diundangkan, dalam hal ini 9 Mei 2024.

Memang tidak terdapat konsekuensi maupun sanksi yang secara eksplisit diatur dalam UU tersebut bila peraturan pelaksana meleset diundangkan dari jadwal yang seharusnya.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan telah menyelesaikan seluruh tugas dalam membuat peraturan pelaksana UU TPKS.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati menyatakan lima peraturan pelaksana lainnya akan segera menyusul untuk disahkan.

Waktunya kapan? Tentu menunggu Presiden untuk mengesahkan.

Pengesahan peraturan turunan ini tentunya menjadi perhatian serius KemenPPPA dan juga para aktivis perempuan dan anak.

Secara teknis operasional, kedepannya KemenPPPA akan menyiapkan peraturan-peraturan menteri sebagai aturan turunan dari Perpres tersebut, karena tidak semuanya tercakup dalam Perpres.

Sebenarnya tidak ada alasan UU TPKS tidak bisa diterapkan, karena jika sebuah UU telah dituangkan dalam lembaran negara, maka seluruh rakyat Indonesia wajib mengetahuinya dan menaatinya.

Sehingga ketika UU ini disahkan, maka aparat penegak hukum harus merujuk pada UU ini yang sifatnya lex specialis dan mengatur sanksi terhadap bentuk kejahatan graviora delicta (kejahatan serius).

Namun, lagi-lagi, belum adanya peraturan pelaksana sebagai panduan teknis membuat aparat penegak hukum masih memiliki berbagai keraguan dalam menerapkan aturan dalam UU TPKS.

Adanya, kemungkinan perbedaan pemahaman dan penafsiran membuat penegak hukum belum menerapkan UU ini secara menyeluruh.

Perpres UPTD PPA

Keberadaan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2024 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) merupakan rujukan bagi pemerintah daerah untuk memenuhi hak-hak korban kekerasan yang perlu ditindaklanjuti oleh layanan rujukan lanjutan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Korban tidak boleh direpotkan dengan birokrasi. Dulu, sebelum ada UU TPKS, ketika korban memerlukan layanan kesehatan, maka perlu datang ke rumah sakit.

Tapi dengan adanya Perpres UPTD PPA, petugas yang harus mendatangi korban, sehingga tidak membuat korban lelah, dan korban tidak akan ditanyai hal-hal yang sama, yang bisa mengakibatkan trauma mendalam dan kekerasan berulang.

Dengan adanya Perpres ini, maka UPTD PPA yang sudah terbentuk harus menyesuaikan tugas dan fungsinya, sesuai dengan mandat UU TPKS dalam waktu dua tahun sejak UU ini disahkan.

Sementara bagi daerah yang belum membentuk UPTD PPA, pembentukan UPTD PPA dilakukan paling lambat tiga tahun terhitung sejak UU ini diundangkan.

Harapan aktivis perempuan

Direktur LBH APIK Jawa Barat Ratna Batara Munti mengungkapkan harapannya agar lima peraturan pelaksana segera disahkan sehingga dapat dilakukan percepatan pelaksanaan UU TPKS.

Pasalnya, semakin lama peraturan pelaksana disahkan, semakin lama pula korban mendapatkan keadilan yang diharapkan.

Pihaknya pun menyoroti adanya keadilan yang tertunda dalam upaya penanganan kasus kekerasan seksual, karena aparat penegak hukum yang tidak menjalankan UU TPKS, misalnya terkendala soal pembuktian.

Padahal ada terobosan alat bukti dengan cukup satu keterangan saksi korban ditambah satu alat bukti lainnya.

Satu alat bukti lainnya itu telah diperluas, sehingga tidak harus visum et repertum, tapi bisa hasil pemeriksaan psikolog.

Senada, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) juga berharap lima peraturan pelaksana dari UU TPKS bisa segera disahkan dalam waktu hingga 9 Mei 2024.

“Masih ada lima peraturan pelaksana yang belum diundangkan. Tentu kami harapkan kelima peraturan pelaksana ini bisa disahkan atau ditandatangani oleh presiden, karena UU TPKS memandatkan peraturan pelaksana yang harus tersedia selambat-lambatnya dua tahun setelah UU tersebut disahkan pada 9 Mei 2022,” kata Ketua Subkom Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi.

Pemerintah diminta untuk segera mengesahkan lima peraturan pelaksana UU TPKS sebagai wujud komitmen dalam menghapus kekerasan seksual serta melindungi korban kekerasan seksual.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *