Prospek harga Bitcoin (BTC) menghadapi kondisi dilematis di tengah gejolak ekonomi global dan konflik Timur Tengah. Meski demikian, terdapat peluang bagi Bitcoin untuk memulai reli harganya secara positif pasca pemilihan presiden (Pemilu) Amerika Serikat (AS) di 5 November mendatang.
Crypto analyst Reku, Fahmi Almuttaqin mengungkapkan, jawara kripto, Bitcoin dihadapkan pada tantangan baru dalam tren kenaikannya. Setelah berhasil membukukan peningkatan 7,3% selama September, terjadinya eskalasi konflik di Timur Tengah yang menyeret beberapa negara ke dalam ruang perseteruan menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi investor.
Apalagi, Amerika Serikat (AS) sendiri juga tengah menghadapi gejolak ekonomi akibat dampak badai Helene dan adanya mogok kerja pekerja pelabuhan di sana.
“Peristiwa itu meningkatkan ketidakpastian inflasi AS. Oleh karena itu, Investor kemungkinan akan menaruh fokusnya pada kondisi tersebut, karena hal itu berpotensi membuat The Fed menahan tren penurunan suku bunga acuannya,” jelas Fahmi.
Menurutnya, konflik yang terjadi di Timur Tengah bisa memicu guncangan terhadap harga minyak, yang berpotensi mendorong kekhawatiran terhadap inflasi. Selain itu, kerusakan akibat badai Helene yang diproyeksi mencapai US$160 miliar, juga menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Karena kondisi itu berisiko mengganggu belanja konsumen di wilayah Tenggara AS.
Secara Historis, Pemilu AS Dongkrak Harga Bitcoin
Meski demikian, dampak dari konflik tersebut dirasa masih sangat mungkin diminimalisir atau bahkan diisolasi. Sehingga pelonggaran moneter berupa penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin atau 50 basis poin pada pertemuan The Fed di 6-7 November mendatang, masih terbuka.
Sentimen lain yang bakal memengaruhi harga Bitcoin adalah pemilihan presiden AS, yang rencananya digelar pada 5 November mendatang. Dalam catatan Fahmi, secara historis, pasar kripto cenderung mengalami tren positif dengan reli yang kuat pasca gelaran politik tersebut.
Pada pemilihan presiden sebelumnya di 3 November 2020 misalnya, harga Bitcoin berhasil terdongkrak dari US$13.000 menjadi hampir US$30.000 di akhir 2020, dan melanjutkan relinya mendekati level US$70.000 pada 2021.
“Kam melihat situasinya saat ini tidak terlalu jauh berbeda bagi Bitcoin dan pasar kripto secara umum,” tutur Fahmi.
Dalam prediksinya, pemilihan presiden yang diikuti oleh pertemuan pejabat The Fed untuk menentukan kebijakan suku bunga, akan menjadi momentum krusial dalam dinamika pasar kripto di tahun ini dan tahun depan.
Jika pemilu AS berlangsung dengan baik dan The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuannya, reli utama fase bullish kali ini mungkin akan terjadi setelah momentum tersebut.
Bagaimana pendapat Anda tentang potensi reli harga Bitcoin pasca pemilu AS di November mendatang? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter RedaksiNusa Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli RedaksiNusa yang berbahasa Inggris.