Indeks Dolar AS (DXY) Terjun, Harga Bitcoin Melejit ke US$61.000!


Semua mata kini tertuju pada Bitcoin (BTC) setelah harganya berhasil meroket ke angka US$61.000, menyusul rilis notulen Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC). Pergerakan harga ini kembali menyalakan minat pada Bitcoin, terutama mengingat korelasi eratnya dengan likuiditas global.

Korelasi ini juga menyoroti pentingnya Indeks Dolar AS (DXY), karena perubahan pada DXY dapat memengaruhi BTC. Umumnya, ketika dolar melemah, Bitcoin cenderung menguat karena investor hijrah ke aset alternatif.

DXY Sentuh Rekor Terendah Baru 2024: Kajian Faktor Makro

Indeks Dolar AS (DXY) terus mencatatkan lower high (LH) sejak Juni, hingga mencapai level terendah baru tahun 2024. Usai terjatuh ke bawah level terendah 1 Januari di angka US$101,340, DXY tergelincir lebih dalam lagi, menyentuh US$100,923 pada hari Rabu (21/8).

Saat ini, DXY bertengger di US$101,311. Melandainya DXY ini adalah sinyal bullish bagi aset berisiko seperti Bitcoin dan aset kripto lainnya.

Grafik DXY dan Pasokan Uang | Sumber: TradingView

Di sisi lain, likuiditas global (M2) tengah menunjukkan tren naik. M2 sendiri berguna mengukur total jumlah uang yang beredar di dalam ekonomi global. Ini termasuk rekening giro, tabungan, dan aset likuid lainnya yang dapat dengan cepat dikonversi menjadi uang tunai.

Aset berisiko, termasuk Bitcoin, biasanya berkorelasi dengan lonjakan likuiditas. Hubungan antara harga Bitcoin dan ekspansi M2 mencerminkan sentimen pasar yang lebih luas serta kondisi ekonomi secara keseluruhan. Melonjaknya ekspansi M2 mengisyaratkan kebijakan moneter yang longgar serta peningkatan pasokan uang, yang kerap mendongkrak aset berisiko seperti kripto.

“BTC adalah aset yang paling sensitif terhadap likuiditas. Secara historis, lonjakan 10% dalam likuiditas global berkorelasi dengan kenaikan 40% dalam harga Bitcoin,” tulis Cryptonary.

Baca Juga: Analis Kondang Sebut Harga Bitcoin (BTC) Bisa Cetak US$240.000 di Puncak Bull Market

Sementara, Federal Reserve diperkirakan akan melonggarkan kebijakan moneternya dalam pertemuan berikutnya. Prediksi ini mengacu pada notulen FOMC yang terbit hari Rabu lalu. Namun lagi-lagi, hal ini tetap akan bergantung pada data yang terus sejalan dengan ekspektasi. Notulen ini juga membeberkan bahwa sejumlah pembuat kebijakan mendukung langkah pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) selama pertemuan Juli lalu. Akan tetapi, The Fed memilih untuk mengerem suku bunga, seperti yang RedaksiNusa laporkan.

Menurut alat CME FedWatch, probabilitas pemangkasan suku bunga sebesar 50 bps pada bulan September mendatang telah meningkat jadi 30,5%. Ini mencerminkan sentimen pasar yang semakin kuat akan potensi pelonggaran kebijakan.

Probabilitas pemotongan suku bunga Fed
Probabilitas Pemotongan Suku Bunga The Fed | Sumber: CME Fed Watchtool

Namun, perlu diingat bahwa Ketua The Fed Jerome Powell telah secara konsisten mengimbau kehati-hatian. Ia menekankan, pemotongan suku bunga yang terlalu dini tetaplah menjadi kekhawatiran utama. Meski begitu, notulen FOMC seringkali memberikan wawasan penting soal pandangan para pembuat kebijakan yang berkembang tentang suku bunga. Hal ini sangat relevan jika ada perubahan dalam sikap mereka.

Semua mata kini tertuju pada pidato Powell yang akan datang pada hari Jumat (23/8) di simposium Jackson Hole. Ini bukan tanpa alasan, sebab pasar mencari petunjuk lebih lanjut mengenai langkah-langkah The Fed berikutnya. Seperti yang RedaksiNusa kabarkan, suara Powell bisa memicu volatilitas pasar, terutama pada aset berisiko seperti Bitcoin.

Prospek suku bunga yang lebih rendah umumnya menguntungkan bagi aset berisiko. Hal ini sejalan pula dengan reli teranyar harga Bitcoin ke atas US$61.000. Harga sang raja kripto telah sukses menaklukkan pola segitiga simetris; namun, konfirmasi dari breakout ini masih investor nantikan. Pasar akan memantau dengan cermat komentar Powell untuk arah selanjutnya.

Baca Juga: Merebak Isu The Fed Bakal Pangkas Suku Bunga di September, Pasar Kripto Bangkit Perkasa!

Analisis harga Bitcoin
Grafik Harian BTC/USDT | Sumber: TradingView

Jika candlestick berhasil ditutup stabil di atas US$60.000, disokong oleh Relative Strength Index (RSI) yang bertahan di atas 50, ini akan mengonfirmasi berlanjutnya tren naik Bitcoin. Agar bisa mewujudkan reli, Bitcoin wajib terlebih dahulu menembus zona pasokan di kisaran US$65.777 – US$68.424. Apabila resistance ini berubah menjadi support, yang dikenal sebagai bullish breaker, maka ini bakal membuka jalan bagi Bitcoin untuk melesat menuju rekor tertingginya sepanjang masa (all-time high / ATH) baru.

Di sisi lain, Bitcoin juga bisa terpelanting ke bawah US$60.000, menembus garis tren atas dari pola segitiga simetris. Dalam skenario terburuk, menguatnya tekanan jual bisa menyeret harga BTC turun ke bawah garis tren bawah pola segitiga dan terperosok ke zona permintaan.

Terakhir, andaikata tekanan beli di zona support kisaran US$53.485 – US$57.050 gagal menangkal tekanan jual, harga Bitcoin bisa ambruk lebih dalam lagi. Skenario semacam ini bahkan berpotensi membidik likuiditas yang berada di bawah US$52.398. Jika benar demikian, ini akan menandai bermulanya tren turun, sekaligus mencerminkan peluang terjadinya tren reversal (pembalikan).

Bagaimana pendapat Anda tentang analisis harga Bitcoin (BTC) pasca rilis notulen FOMC? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter RedaksiNusa Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *