Jakarta (Redaksi Nusa) – Perekayasa Ahli Madya Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi BRIN Eka Rakhman Priandana mengatakan penggunaan fast charging atau pengisian cepat untuk kendaraan elektrik tidak seharusnya digunakan setiap saat.
Menurut dia, penggunaan pengisian cepat yang berlebihan dan setiap saat, justeru membuat masa pakai baterai itu cepat habis. Karena pada dasarnya baterai memiliki umur pakai.
“Pemakaian fast charging ini tidak bisa dipakai sesering mungkin, karena akan mengurangi umur baterai,” kata Eka Rakhman Priandana dalam kegiatan desiminasi “Hasil Riset Rumah Program Purwarupa Sistem Otonom Kendaraan Listrik” secara daring yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Terlebih, kata dia, jika baterai tersebut menggunakan bahan Baterai NMC yang merupakan jenis baterai lithium-ion dengan katode yang terdiri dari nikel, mangan, dan kobalt. Jensi baterai ini hanya mampu mengakses kecepatan arus setengah sirit atau setengah dari kapasitas AHnya si baterai tersebut.
Baca juga: Mobil listrik baterai berbagai merek di Indonesia dan harganya
Dalam hal ini Eka menjelaskan jika baterai lithium NMC tersebut berkapasitas 20 AH, maka maksimum pengisian itu hanya bisa diisi dengan menggunakan 10A saja.
Lebih dari itu baterai akan mengalami panas dan yang terparah adalah mempercepat masa umur dari baterai tersebut. Jika baterai tersebut tidak memiliki Sistem Manajemen Baterai (BMS) yang tidak mumpuni, baterai tersebut akan mudah meledak.
“Lain halnya dengan baterai LFP ya, memang dirancang LFP teknologi yang terbaru ini, dia bisa menahan arus pengisian sampai 3C,” ujar dia.
Baca juga: Baterai baru keluaran CATL masa pakainya hingga 15 tahun
Dia melanjutkan umur pakai untuk NMC itu hanya bisa mencapai 1.000 cycle dan harus cepat diganti. Sedangkan untuk LFP, baterai ini mampu mencapai 3.000 cycle baru dilakukan pergantian.
Sehingga para pengguna kendaraan listrik, kata dia, harus cermat dalam mengatasi permasalahan tersebut agar nantinya tidak mengalami kejadian baterai rusak ketika mereka sedang menggunakan kendaraan.
“Jadi tergantung dari user sebenarnya ya, intinya kesimpulannya itu user-nya itu pakainya awuran-awuran atau ikuti aturan yang ada. Lebih baik di-charge di rumah pakai kecepatan rendah daripada sering-sering ngecas di fast charging station. Kecuali memang ya darurat ya, memang bergerak cepat,” ucap dia.
Baca juga: Insentif hingga teknologi baterai dinilai rangsang adopsi EV
Pewarta: Chairul Rohman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © Redaksi Nusa 2024